ilustrasi
Generasi saat ini banyak yang tumbuh dan mengasuh anak-anak layaknya
sebagai seorang teman. Tujuannya memang baik, yaitu agar hubungan antara
orangtua dengan anak lebih akrab dan komunikasinya lebih terbuka.
Sayangnya, cara pengasuhan ini memiliki akibat buruk pada anak.
Anak-anak akan lebih sulit disiplin dan makin bandel.
Menurut seorang psikolog klinis terkemuka asal Inggris, Profesor Tanya Byron, anak-anak tumbuh berperilaku buruk karena orangtuanya terlalu takut untuk mendisiplinkan. Munculnya tren yang mencoba untuk membesarkan anak sebagai seorang teman, bukan sebagai sosok yang harus dipatuhi, membuat anak yang mendekati masa remaja tidak siap menghadapi dunia nyata.
"Saya banyak merawat anak-anak di klinik dengan gangguan perilaku karena dampak langsung dari taktik pengasuhan tersebut. Anak-anak berumur 6 tahun dibawa ke klinik saya karena orangtuanya cemas setiap kali mencoba untuk mengatur, anak akan menjadi tertekan," kata Profesor Byron seperti dialnsir Daily Mail, Minggu (22/7/2012).
Anak-anak tersebut, menurut profesor Byron, begitu dilindungi oleh orangtua yang takut mengecewakan anak-anaknya. Orangtua begitu sibuk agar anak-anak tidak lepas dari jangkauannya sehingga kurang mengajarkan keterampilan hidup yang penting. Anak yang diasuh tanpa diberikan batasan-batasan dan tugas tertentu dapat terganggu perkembangannya.
Anak yang selalu dipenuhi setiap kebutuhannya akan tetap berada pada tahap kecerdasan emosional yang belum matang. Ketika menghadapi tantangan dunia nyata di masa dewasa, anak hanya akan berusaha kembali mengingat bagaimana rasanya merasa aman di rumah bersama orangtua.
Menurut seorang psikolog, Dr Aric Sigman, fenomena orangtua yang menjadi teman ini dapat disebabkan karena makin banyak perempuan yang memilih untuk mulai berkeluarga ketika usianya sudah cukup tua. Ada perasaan bahwa menolak keinginan anak-anak akan merusak hubungannya dengan orangtua. Selain itu, kedua orangtua juga cenderung bekerja di luar rumah.
"Hasilnya adalah anak-anak jarang melihat orangtuanya di rumah. Anak-anak mulai menampilkan perilaku menantang juga bisa disebabkan karena tidak mendapat perhatian yang dibutuhkan. Orangtua merasa bersalah dan membiarkannya daripada mendisiplinkan dan berisiko membuat anak menjadi marah," kata dr Sigman.
Tak hanya itu, banyak guru-guru sekolah di Inggris juga menangani anak-anak yang belum terlatih menggunakan toilet, anak-anak yang selalu ingin dipenuhi keinginannya dan tidak terbiasa mendengar kata 'tidak boleh'.
"Orangtua tidak melakukan apapun karena ingin anak-anak senang, mencoba membuat anak-anak berperilaku baik atau menebus kesalahan karena kurang memberi perhatian dengan cara membelikan mainan atau gadget," kata Dr Mary Bousted, Sekretaris Jenderal Association of Teachers and Lecturers di Inggris.
Dr Bousted menegaskan bahwa orangtua harus memiliki kepercayaan diri untuk menetapkan aturan, menugaskan anak-anak membantu membereskan rumah dan mendorongnya menjadi mandiri agar anak lebih percaya diri dan mampu berkembang menjadi orang dewasa yang tangguh.
Menurut seorang psikolog klinis terkemuka asal Inggris, Profesor Tanya Byron, anak-anak tumbuh berperilaku buruk karena orangtuanya terlalu takut untuk mendisiplinkan. Munculnya tren yang mencoba untuk membesarkan anak sebagai seorang teman, bukan sebagai sosok yang harus dipatuhi, membuat anak yang mendekati masa remaja tidak siap menghadapi dunia nyata.
"Saya banyak merawat anak-anak di klinik dengan gangguan perilaku karena dampak langsung dari taktik pengasuhan tersebut. Anak-anak berumur 6 tahun dibawa ke klinik saya karena orangtuanya cemas setiap kali mencoba untuk mengatur, anak akan menjadi tertekan," kata Profesor Byron seperti dialnsir Daily Mail, Minggu (22/7/2012).
Anak-anak tersebut, menurut profesor Byron, begitu dilindungi oleh orangtua yang takut mengecewakan anak-anaknya. Orangtua begitu sibuk agar anak-anak tidak lepas dari jangkauannya sehingga kurang mengajarkan keterampilan hidup yang penting. Anak yang diasuh tanpa diberikan batasan-batasan dan tugas tertentu dapat terganggu perkembangannya.
Anak yang selalu dipenuhi setiap kebutuhannya akan tetap berada pada tahap kecerdasan emosional yang belum matang. Ketika menghadapi tantangan dunia nyata di masa dewasa, anak hanya akan berusaha kembali mengingat bagaimana rasanya merasa aman di rumah bersama orangtua.
Menurut seorang psikolog, Dr Aric Sigman, fenomena orangtua yang menjadi teman ini dapat disebabkan karena makin banyak perempuan yang memilih untuk mulai berkeluarga ketika usianya sudah cukup tua. Ada perasaan bahwa menolak keinginan anak-anak akan merusak hubungannya dengan orangtua. Selain itu, kedua orangtua juga cenderung bekerja di luar rumah.
"Hasilnya adalah anak-anak jarang melihat orangtuanya di rumah. Anak-anak mulai menampilkan perilaku menantang juga bisa disebabkan karena tidak mendapat perhatian yang dibutuhkan. Orangtua merasa bersalah dan membiarkannya daripada mendisiplinkan dan berisiko membuat anak menjadi marah," kata dr Sigman.
Tak hanya itu, banyak guru-guru sekolah di Inggris juga menangani anak-anak yang belum terlatih menggunakan toilet, anak-anak yang selalu ingin dipenuhi keinginannya dan tidak terbiasa mendengar kata 'tidak boleh'.
"Orangtua tidak melakukan apapun karena ingin anak-anak senang, mencoba membuat anak-anak berperilaku baik atau menebus kesalahan karena kurang memberi perhatian dengan cara membelikan mainan atau gadget," kata Dr Mary Bousted, Sekretaris Jenderal Association of Teachers and Lecturers di Inggris.
Dr Bousted menegaskan bahwa orangtua harus memiliki kepercayaan diri untuk menetapkan aturan, menugaskan anak-anak membantu membereskan rumah dan mendorongnya menjadi mandiri agar anak lebih percaya diri dan mampu berkembang menjadi orang dewasa yang tangguh.
0 komentar:
Posting Komentar